About Me

Foto Saya
Warsinem Berkonde
WARGA SIJI ENEM BERNAFSU KOMPAK DAN PENUH IDE | X6 SMANSSA 2011/2012 °\(^▿^)/°
Lihat profil lengkapku

Orener's

Minggu, 12 Februari 2012

Bentuk karakter melalui tata tertib


Pada tahun ini sudah mulai diberlakukan sistem poin terhadap pelanggaran tata tertib. Tentu saja dengan adanya sistem poin tersebut,  sekolah berharap akan ada perubahan dari jumlah siswa yang melanggar. Sistem teguran dan hukuman yang dilakukan sebelumnya dipercaya tidak mengundang keberhasilan. Pelanggaran hanya akan dilakukan terus menerus jika hanya dengan di tegur.  Sistem inipun mulai ditinggalkan.  Sebagai gantinya sekolah beralih ke sistem poin yang sampai saat ini sedang berlaku.
Dengan adanya perubahan sistem  tersebut, siswa dinilai akan lebih tertib. Masing-masing siswa akan diberi sebuah buku catatan pelanggaran yang nantinya jika catatan tersebut sudah terisi penuh maka siswa akan mendapatkan dispensasi. Poin pelanggaran akan terus berlipat ganda jika siswa melakukan pelanggaran lagi.  Apabila sudah tidak bisa ditoleransi, siswa akan dikeluarkan dari sekolah. Buruknya, jika siswa sering melakukan pelanggaran, maka dengan mudah guru akan mengenalinya sebagai siswa yang tidak tertib.
Dengan demikian pula guru akan merasa curiga terhadap siswa tersebut jika melakukan sesuatu yang tidak wajar seperti tidak mengikuti pelajaran. Siswa akan merasa tidak tenang karena selalu merasa terawasi.
Sebenarnya, peraturan di sekolah mengajarkan siswa untuk selalu bersikap tertib. Siswa akan merasa  bertanggung jawab dengan adanya peraturan tersebut. Sebanyak  apapun usaha dari sekolah, sekolah selalu memberikan yang terbaik bagi siswanya. Menjadikan siswa-siswanya menjadi siswa yang berkarakter baik bagi bangsa dan negaranya.

Dian Ayu Purnasari
X6/08

Pemberlakuan Sistem Poin


Pendidikan  karakter masih harus diberikan meskipun pada masa remaja. Berkembangnya potensi peserta didik khususnya di SMA 1 Salatiga yang diharapkan menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Allah swt, berakhlak mulia, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab memang memerlukan pembentukan karakter. Pendidikan karakter bangsa harus ditanamkan kepada siswa, mereka adalah generasi muda penerus cita-cita bangsa, agar bangsa ini tidak kehilangan jati diri di masa depan.  Orang tua peserta didik juga tentunya menginginkan sekolah anaknya bisa membangunkan karekter anak mereka. Salah satu cara pembentukan karakter yang diberlakukan di SMA 1 Salatiga yaitu penerapan sistem poin yang dikenakan pada peserta didik yang melanggar peraturan sekolah.
Sistem poin diberlakukan untuk mengurangi jumlah siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Jumlah poin tiap pelanggaranpun berbeda, berkisar antara 3 – 150 poin. Peserta didik dituntut untuk mematuhi tata tertib. Selanjutnya, jika poin sudah berjumlah 50, orang tua siswa akan dipanggil ke sekolah guna diberi arahan. Karena banyak dari para siswa tidak mau repot bermasalah dengan orang tua yang dipanggil ke sekolah, mereka akan lebih memilih mengindahkan peraturan yang ada.
SMA 1 Salatiga akan melipatkan poin pada siswa yang melanggar peraturan yang sama. Lipatan poin  tersebut dinilai sangat efektif, karena siswa akan lebih cepat jera dalam melanggar peraturan yang biasa dilakukannya. Sementara itu, apabila poin yang dikenakan pada siswa mencapai 150 poin, siswa tersebut akan dikeluarkan dari sekolah. Tentu saja bagi siswa yang melakukan pelanggaran semacam berulangkali akan lebih cepat mencapai angka batas poin tersebut.
Akan tetapi, minimnya pengawasan kepada peserta didik berakibat pada peserta didik yang melanggar peraturan tanpa dikenakan poin. Peserta didik merasa tidak diawasi dan mulai terbiasa melanggar peraturan tanpa perlu khawatir. Jika saja pengawasan terhadap siswa yang melanggar peaturan di SMA 1 Salatiga lebih ditingkatkan, pastinya peserta didik yang melanggar peraturan akan jera pada akhirnya.
Pada dasarnya peraturan yang ada di sekolah dibuat untuk menanamkan kedisiplinan siswa. Pihak sekolah hanya membantu agar siswa menjadi pribadi yang lebih disiplin dari sebelumnya. Akan tetapi, sebanyak apapun peraturan yang ada dan sebagaimanapun usaha dari pihak sekolah, semuanya akan kembali dan bergantung kepada siswa yang menjalankan peraturan tersebut.

Ita billa thifa
X6-14
Jumat, 10 Februari 2012

Tempa Karakter di Sebuah Kantin


         
       Indonesia kembali meraih prestasi internasional. Namun, bukan prestasi baik yang diraih. Nama Indonesia kembali didengungkan sebagai peringkat tiga negeri paling terkorup di dunia. Pemerintah seolah acuh. Para petinggi negara mulai membisu. Adakah kesalahan selama ini? Salahkah sistem pendidikan yang dianut hingga melahirkan orang-orang korup di negeri ini?
          Dinas Pendidikan akhirnya bertindak. Demi mengembalikan citra Indonesia di masa yang akan datang, kini kembali terdengar seruan pendidikan karakter. Melalui seluruh sekolah di negeri ini, terciptalah sebuah tempat 4x4 meter yang dinamakan kantin kejujuran. Hal ini lebih condong sebagai kebijakan setiap sekolah. Namun, apakah kita bisa mengharapkan nilai-nilai kejujuran melalui kantin kejujuran?
          Meski begitu, layak diperhitungkan adanya kantin kejujuran di  sekolah. Walau terlihat tak berarti, tetapi kita bisa belajar tentang sebuah nilai kejujuran. Dalam kantin tersebut, siswa dapat mengambil barang yang diinginkan, membayarnya dan mengambil sendiri kembalian yang tersisa. Dengan sistem seperti ini diharapkan generasi muda bisa belajar banyak tentang apapun yang bisa didapatkan melalui kantin kejujuran di sekolahnya.
          Namun, tidak semestinya siswa menyalahgunakan  sebuah kantin kejujuran. Mengambil barang dan tidak membayarnya adalah kebiasaan buruk yang patut diwaspadai. Tak ayal, sekolah tetap harus mengawasi jalannya kantin kejujuran yang ada. Semua akan berhasil dari sebuah niat.
          Jadi, kiranya kantin kejujuran sangat bermanfaat dan diperlukan di setiap sekolah. Tidak hanya mengejar nilai akademik, cerdas emosi dan spiritual juga layak diperhitungkan. Selanjutnya, diharapkan akan tercipta generasi muda yang jujur dan bertanggung jawab demi sebuah nama, Indonesia.


Rausanfiker Robby Maulana
X6-24

Bagaimana pengaruh sistem yang selama ini kita anut?



Saat ini, mulai diberlakukan sistem baru di beberapa sekolah untuk mengatasi pelanggaran tata tertib. Pemberlakuan sistem ini merubah sistem yang telah dianut selama bertahun-tahun sebelumnya. Sistem yang lebih mengarah pada sanksi hukuman apabila ada yang melanggar ini mulai ditinggalkan oleh beberapa sekolah. Sebagai gantinya, pihak sekolah memberlakukan suatu sistem yang biasa disebut sistem poin.
Terhadap pemberlakuan sistem ini, kita pantas untuk bersyukur karena sistem lama justru lebih banyak memberikan pengaruh buruk daripada pengaruh baik. Hal ini dapat dilihat dari pengalaman-pengalaman yang telah lalu. Seperti, hukuman fisik apabila ada siswa yang tidak mematuhi tata tertib.
Selama bertahun-tahun sistem ini diberlakukan pada sekolah-sekolah. Mereka yang mengatasi sistem ini selalu berdalih atas kebenaran program yang dijalankan pada sekolah mereka. Dalih yang biasa digunakan yaitu untuk membangun kedisiplinan siswa. Ketika siswa melanggar tata tertib dan diberi sanksi hukuman, siswa hanya dapat menerima walaupun sanksi itu telah melebihi batasnya.
Banyak alas an siswa untuk menerima sanksi tersebut, salah satunya siswa tidak ingin memperpanjang masalah yang hanya akan menyusahkannya dalam bergaul atau berinteraksi di sekolahnya.
Akan tetapi, kini sistem itu telah mulai ditinggalkan oleh sejumlah sekolahan. D engan perubahan sistem ini tentunya semua Orang tua atau wali murid setuju. Lain halnya bila sistem lama masih diberlakukan. Orang tua atau wali murid pasti tidak setuju karena mereka akan khawatir akan keselamatan dan kesehatan anaknya.
Intinya, sistem ini baik untuk diberlakukan pada sekolah-sekolah. Siswa tidak akan merasa tertekan oleh tekanan-tekanan dari sistem lama yang hanya akan memberikan pengaruh negatif.

Karakter Bangsa dan Sistem Poin


Perkembangan zaman yang kian pesat tidak diikuti dengan berkembangnya karakter para generasi muda bangsa Indonesia. Kini banyak generasi muda bangsa indonesia yang memiliki karakter kurang baik. Banyak dari mereka melakukan perbuatan yang tidak seharusnya. Mungkin perbuatan mereka awalnya hanya akan berdampak kecil tetapi lama-kelamaan perbuatan itu akan berdampak besar. Salah satu contohnya adalah perbuatan para siswa sekolah yang melanggar tata tertib sekolah. Seharusnya mereka menaati tata tertib tersebut. Tata tertib sekolah dibuat untuk membentuk karakter dan moral para generasi muda bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Jika moral dan karakter para generasi muda Indonesia sudah rusak apa jadinya bangsa Indonesia kelak?
Kini pendidikan karakter bangsa mulai diterapkan di berbagai instansi pendidikan. Penerapan pendidikan karakter di sekolah dapat membantu dalam hal mengatasi pelanggaran tata tertib sekolah. Namun sebagian besar siswa kurang tertarik dengan pendidikan karakter sehingga masih ada siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Mungkin pihak sekoolah perlu menerapkan sistem yang lebih tegas, seperti pemberlakuan sistem poin terhadap pelanggaran tata tertib sekolah.
Di SMA Negeri 1 Salatiga, sekolah sudah memberlakukan sistem poin pelanggaran. Siswa-siswa yang melanggar tata tertib akan dikenakan poin pelanggaran. Sistem ini diterapkan karena banyaknya siswa yang melanggar tata tertib sekolah. Siswa kelas X pun sudah melakukan pelanggaran, seperti memakai sepatu yang tidak berwarna hitam, tali sepatu yang berwarna putih, memakai kaos kaki yang tidak sesuai, dan lain sebagainya.
Awalnya di SMA Negeri 1 Salatiga, sistem poin pelanggaran dihitung sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan jika melakukan pelanggaran lagi poin sebelumnya akan ditambah dengan poin pelanggaran yang baru saja dilakukan. Namun sekarang, peraturan tersebut diubah. Apabila siswa melakukan pelanggaran lebih dari satu, poin pelanggaran sebelumnya akan dilipatkan, contohnya siswa tidak memakai sepatu berwarna hitam akan mendapat poin 4 dan di hari yang lain siswa tersebut melakukan pelanggaran lagi poin pelanggaran yang dimiliki menjadi 16. Hal itu dilakukan agar siswa tidak melakukan pelanggaran lagi.
Penerapan sistem poin diharapkan dapat membuat siswa lebih mematuhi tata tertib sekolah. Karakter siswa dapat menjadi baik jika siswa dapat menaati tata tertib atau peraturan yang ada. Karakter yang baik merupakan salah satu cara agar Indonesia menjadi lebih maju di masa yang akan datang.

Vega Norma Rafika Putri
28/X-6

Poin Berlipat



       Sekolah selalu ingin anak didiknya adalah anak yang tertib. Telah banyak yang sekolah lakukan demi menciptakan siswanya yang baik dan sopan. Pernah dilakukan dengan cara hukuman fisik. Tetapi, sekarang sekolah akan memberlakukan sistem poin. Penganut pemberlakuan sistem poin contohnya  ialah SMA N 1 Salatiga.
       Saat mendengar akan diberlakukan sistem poin, siswa bingung apa maksut dari pemberlakuan sistem poin. Ternyata pemberlakuan sistem poin maksutnya adalah di setiap tata tertib di berikan poin-poin tersendiri yang berbeda bobotnya dan bisa berlipat. Misalnya, bagi siswa yang melanggar tata tertib yaitu datang terlambat siswa tersebut akan di berikan sanksi tidak boleh mengikuti 1jam pelajaran awal dan dikenakan poin sebanyak 3 jika siswa tersebut dilain hari datang terlambat lagi, maka poin yang diterima siswa tersebut berlipat 3 dan jika terulang lagi berlipat terus-menerus.
       Setiap siswa diberikan buku pelanggaran sebagai pedoman. Di dalam buku tersebut terdapat tata tertib-tata tertib yang ada dan bobot poin di setiap pelanggaran serta daftar pengumpulan atau jumlah poin yang dicatat sekolah dan siswa. Pihak sekolah memberikan buku pedoman ini agar siswa-siswanya tahu berapa poin yang ia dapat dan siswa tidak akan mengulangnya lagi.
       Sistem poin bisa berjalan lancar jika pihak sekolah dan siswanya bisa saling mendukung pemberlakuan sistem poin ini serta menjalankannya dengan baik. Mungkin akan lebih baik dan efisien jika semua guru bisa tegas tidak hanya guru OSIS yang bisa tegas.
       Sebaiknya guru-guru tidak hanya mengingatkan siswa yang melanggar tanpa memberi contoh yang benar. Siswa akan meremehkan guru yang hanya bisa memberi hukuman dan memarahi siswanya yang tidak tertib. Jadi, agar terciptanya kesuksesan dari pemberlakuan poin ini bukan hanya siswa yang tertib tetapi semua guru juga ikut tertib.

Andy Prasetyo
X6-02
      

Kamis, 09 Februari 2012

Poin Nakal Untuk Siswa


Pelanggaran siswa SMA semakin menggila. Pelanggaran itu muncul karena ulah sebagian siswa yang nekat membolos waktu jam pelajaran, atau siswa melakukan hal yang menyimpang seperti merokok di sekolah. Ini membuat OSIS SMAN 1 Salatiga memberlakukan sistem poin terhadap siswa –siswanya yang sulit dikendalikan.
Dengan ini guru mudah dalam mendisiplinkan siswanya. Karena yang biasanya siswa harus di bentak-bentak atau diberi nasehat, dengan berlakunya sistem ini guru cukup memberi bobot nilai pada kartu siswa pelanggaran yang berada di OSIS SMA.
Meski sistem pemberlakuan poin di SMA N 1 Salatiga sudah diberlakukan tetapi, masih banyak pelanggaran siswa yang ada. Seperti  siswa merokok, ini merupakan pelanggaran yang kerap terjadi. Bahkan sepertinya sudah turun-temurun. Ini harusnya OSIS bertindak tegas dalam memberantas siswa yang kerap merokok itu, selain meresahkan siswa lain juga merugikan sekolah. Karena  menurunkan citra SMAN 1Salatiga sebagai satu-satunya sekolah Rintisan Internasional di Kota Salatiga.
OSIS  SMAN 1 Salatiga memberikan poin maksimal sekitar seratus lima puluh terhadap seluruh siswa-siswinya. Dengan dibatasinya jumlah poin maksimal itu sekolah bermaksud agar siswa-siswanya tidak melanggar tata tertib yang sudah berlaku.
 Akhir-akhir ini tata tertib yang sudah ada sering sekali dilanggar oleh para siswa, bahkan yang melanggar pun tak segan-segan, yakni anak kelas X. maka sekolah berinisiatif untuk memberlakukan sistem poin ini.
Sistem poin ini ternyata lumayan membawa dampak positif. Karena cukup mengurangi jumlah pelanggaran siswa. Selain itu, juga berdampak negatif, karena banyak siswa merasa dirinya dirugikan, disebabkan pemberlakuan sistem ini tidak diinformasikan sekolah secara formal terhadap siswa.  

----Aguston Hidayat Putra (X6/01)
Rabu, 08 Februari 2012

Momok bagi Pelajar


Kedisiplinan siswa kini lebih dipertegas oleh pihak sekolah. Banyak cara yang sekolah lakukan untuk mengupayakan kedisiplinan dan ketertiban para siswanya. Salah satu upayanya yaitu dengan pemberlakuan sistem poin, maksudnya saat siswa melakukan pelanggaran ia dikenakan poin pertama dan pelanggaran berikutnya akan menjadi kelipatan dari poin sebelumnya. Pihak sekolah mengatakan upaya sebelumnya dengan memberikan hukuman fisik sudah tidak terlalu mempan maka dilakukan sistem poin. Sekolah di Salatiga yang memberlakukan sistem poin contohnya adalah SMA Negeri 1 Salatiga.
Siswa-siswa sekarang tidak enggan untuk melakukan pelanggaran. Mereka merasa pelanggaran dibuat untuk  dilanggar. Akhirnya, sekolah berharap dengan berlakunya sistem ini dapat menjadikan siswa sadar bahwa persepsi mereka tentang peraturan itu salah. Pemberlakuan sistem poin bisa jadi seperti momok bagi para siswa. Mereka akan takut jika mereka melakukan pelanggaran dan tak terasa poin yang ia terima itu sudah banyak bisa-bisa belum selesai atau tamat sekolah sudah dikeluarkan.
Sebagai pedoman pemberian poin di setiap pelanggaran tata tertib, setiap siswa diberi buku pegangan tentang tata tertib dan peraturan sekolah yang tidak boleh dilanggar serta jumlah poin pertama di setiap palanggaran. Dalam buku itu, terdapat daftar pengumpulan poin yang dicatat sekolah dan siswa apabila melakukan pelanggaran, termasuk jenis pelanggaran beserta bobot poin dan sanksinya.
Mengapa bisa menjadi momok bagi para siswa? Bisa menjadi momok karena pemberlakuan sistem poin ini membuat siswa bisa jadi bingung. Siswa menjadi beranggapan jika saya taat kepada tata tertib saya tidak akan mendapatkan poin pelanggaran. Tetapi kalau saya mengikuti tata tertib yang ada bisa jadi saya dianggap sebagai anak cupu, anak yang tidak keren atau anggapan-anggapan lain yang tidak enak didengar oleh telinga. Hal ini menjadikan siswa bingung atau bahasa kerennya bisa membuat para siswa galau.
Meskipun begitu, pihak guru menyutujui pemberlakuan sistem poin ini karena siswa-siswanya bisa tertib tidak ada yang menyeleweng. Mungkin memang benar, poin yang diberikan di setiap pelanggaran berbeda-beda ada yang ringan ada yang berat tetapi pihak guru tetap berharap siswanya tidak meremehkan pelanggaran dengan poin ringan. Selain itu, juga diperkirakan setelah diberlakukan sistem poin ini siswanya saat di sekolah bisa lebih fokus belajar tidak memikirkan pelanggaran dan poin yang akan diterima.
Pemberlakuan sistem poin ini akan menjadikan siswa tertib akan peraturan jika setiap guru juga membantu kesuksesan pemberlakuan sistem poin ini. Percuma saja jika di berlakukan sistem ini tapi guru-guru tidak tegas dengan peraturan ini. Maka, guru-guru juga harus tegas agar pemberlakuan sistem poin ini dapat efisien.

Laela Rizki Fauzia
X6 // 15